Kamis, 18 Oktober 2012

EVALUASI

BAB I
                                                 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam proses pembelajaran kegiatan mengukur atau melakukan pengukuran merupakan kegiatan yang paling umum dilakukan dan merupakan tindakan yang mengawali kegiatan evaluasi dalam penilaian hasil belajar. Kegiatan mengukur itu pada umumnya tertuang dalam bentuk tes dengan berbagai variasinya. Dalam praktek, teknik tes inilah yang lebih sering dipergunakan dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik.
Pernyataan di atas tidaklah harus diartikan bahwa teknik tes adalah satu-satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih ada teknik yang lainnya yang dapat dipergunakan, yaitu teknik non tes. Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi.
Dengan pengertian tersebut maka alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan cara atau teknik, dan oleh karna itu dikenal dengan teknik evaluasi. Seperti disebutkan di atas ada dua teknik evaluasi yaitu teknik nontes dan teknik tes. Pada makalah kali ini akan dijelaskan mengenai teknik evaluasi tes dan non tes.

B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang di tulis diatas maka kami dapat menyimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Seperti apakah alat-alat penilaian tes dan  non tes itu?
2.  Apa saja kelebihan dan kekurangan penilaian tes dan nontes?



C.     Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
          1. Pembaca dapat mengetahui pengertian alat-alat penilaian tes dan nontes.
         2. Pembaca dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan penilaian tes dan nontes.

     D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat penulis uraikan adalah : Membantu proses belajar mengajar dengan menggunakan Teknik Tes dan Nontes sebagai penilaian hasil belajar.




















BAB II
                                                 PEMBAHASAN

A. TEKNIK TES
  1. Pengertian Tes
Kata tes berasal dari bahasa Prancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia yang dimaksud disini adalah dengan menggunakan alat berupa piring akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang bernilai tinggi. Dalam perkembangannya dan seiirng kemujuan zaman tes berate ujian atau percobaan. Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian diatas yaitu test, testing, tester dan testee, yang masing-masing mempunyai pengertian berbeda namun erat kaitannya dengan tes.
a.         Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan  penilaian,
b.         Testing berarti saat dilaksanakannya pengukuran dan penilaian atau saat pengambilan tes
c.         Tester artinya orang yang melaksanakan tes atau orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden
d.        Testee adalah pihak yang sedang dikenai tes.
Ada beberapa pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian tes, menurut Anne Anastasi dalam karya tulisnya  yang berjudul Psychological Testing, yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat digunakan  sebagai cara untuk mengukur dan membandingkan keadaan pskis atau tingklah laku individu. Menurut  Lee J. Cronbach dalam bukunya berjudul Essential of Psychological Testing, tes merupakan suatu perosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih. Sedangkan menurut Goodenough, tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau kelompok individu, yang dimaksud untuk membandingkan kecakapan satu sama lain.
Dari pengertian dari para ahli tersebut dalam dunia pendidikan dapat disimpulkan bahwa pengertian tes adalah cara yang digunakan atau prosedur yang ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang memberikan tugas dan serangkaian tugas yang diberikan oleh guru sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkat laku atau prestasi peserta didik
Tes sebagai salah satu teknik pengukuran dapat didefinisikan A test will be defined as a systematic procedure for measuring a sample of an individual’s behaviour (Brown,1970:2). Definisi tersebut mengandung dua hal pokok yang perlu di perhatikan dalam memahami makna tes, yaitu  Pertama adalah kata systematic procedure yang artinya bahwa suatu tes harus disusun, dilaksanakan (diadministrasikan) dan diolah berdasarkan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan. Sistematis di sini meliputi tiga langkah, yaitu (a) sistematis dalam isi, artinya butir-butir soal (item) suatu tes hendaknya disusun dan dipilih berdasarkan kawasan dan ruang lingkup tingkah laku yang akan dan harus diukur atau dites, sehingga tes tersebut benar-benar tingkat validitasnya dapat dipertanggungjawabkan, (b) sistematis dalam pelaksanaan (administrasi) artinya tes itu hendaknya dilaksanakan dengan mengikuti prosedur dan kondisi yang telah ditentukan ; dan (c) sistematis di dalam pengolahannya, artinya data yang dihasilkan dari suatu tes diolah dan ditafsirkan berdasarkan aturan-aturan dan tolak ukur (norma) tertentu. Kedua adalah measuring of an individual’s is behaviour yang artinya bahwa tes itu hanya mengukur suatu sampel dari suatu tingkah laku individu yang dites. Tes tidak dapat mengukur seluruh (populasi) tingkah laku, melainkan terbatas pada isi (butir soal) tes yang bersangkutan.
Suatu tes akan berisiskan pertanyaan-pertanyaan dan atau soal-soal yang harus dijawab dan atau dipecahkan oleh individu yang dites (testee), maka disebut tes hasil belajar (achievement test). Hal ini sependapat dengan seorang ahli yang menyatakan bahwa The type of ability test that describes what a person has learned to do is called an achievement test (Thordike & Hagen, !975:5). Berdasarkan pendapat itu, tes hasil belajar biasanya terdiri dari sejumlah butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tertentu (ada yang mudah, sedang, dan sukar). Tes tersebut harus dapat dikerjakan oleh siswa dalam waktu yang sudah ditentukan. Oleh karena itu, tes hasil belajar merupakan power test. Maksudnya adalah mengukur kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan atau permasalahan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Teknik Tes yaitu teknik evaluasi yang menngunakan perangkat soal yang harus dikerjakan oleh siswa dalam batas waktu tertentu.
  1. Jenis dan Bentuk Tes Hasil Belajar
Tes merupakan serangkaian soal yang harus dijawab oleh siswa. Dalam hal ini, dapat digolongkan kedalam :
a.    Dari materi yang diukur tes dibagi atas dua kelompok :
    1. physical test (tes pisik), untuk mengukur dan menilai karekteristik pisik seseorang, seperti tinggi dan berat.
    2. Phsychologycal test (tes pisikologis), untuk mengetahui karekteristik psikologi seseorang, seperti tes intelegensi, tes bakat.
b.    Berdasarkan bentuk pelaksanaanya dibagi atas tiga, yaitu
(a) tes lisan,
(b) tes tulisan, dan
 (c) tes tindakan atau perbuatan.
Tes tertulis dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada penggunaan kertas dan pencil sebagai instrumen utamanya, sehingga tes mengerjakan soal atau jawaban ujian pada kertas ujian secara tertulis, baik dengan tulisan tangan maupun menggunakan komputer. Sedangkan, Tes lisan dilakukan dengan pembicaraan atau wawancara tatap muka antara guru dan murid. Sedangkan, Tes perbuatan mengacu pada proses penampilan seseorang dalam melakukan sesuatu unit kerja. Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan perbuatan peserta didik.
c.    Dari segi bentuk soal dan kemungkinan jawabannya tes dibagi menjadi 2 bagian yakni :
1.      Tes Essay (uraian)
Tes Essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan siswa menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam menjelaskan atau mengungkapkan suatu pendapat dalam bahasa sendiri.
Subino, (1987:2) menyatakan bahwa berdasarkan tingkat kebebasan jawaban yang dimungkinkan dalam tes bentuk uraian, butir-butir soal dalam ini dapat dibedakan atas butir-butir soal yang menuntut jawaban bebas. Butir-butir soal dengan jawaban terikat cenderung akan membatasi, baik isi maupun bentuk jawaban; sedangkan butir soal dengan jawaban bebas cenderung tidak membatasi, baik isi maupun jawaban.
Tes uraian merupakan tes yang tertua, namun bentuk ini masih digunakan secara luas di Amerika Serikat hingga kini, bahkan merupakan bentuk soal yang yang juga masih digunakan secara luas di bagian-bagian dunia lainnya (Gronlund, 1977).
Tes uraian memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan tes objektif, yaitu:
1)      Memungkinkan para testi menjawab soal secara bebas sepenuhnya
2)      Merupakan tes yang terbaik dalam mengukur kemampuan menjelaskan, membandingkan merangkum, membedakan, menggambarkan, dan mengevaluasi
3)      Merupakan tes yang terbaik untuk mengukur keterampilan mengemukakan pendapat dengan tulisan
4)      Memberikan kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan menulis, mengorganisasikan ide serta berfikir secara kritis dan kreatif
5)      Dapat menggalakan siswa mempelajari secara luas tentang sebagian besar konsep dan menggeneralisasikan
6)      Bila dibandingkan dengan bentuk tes yang lain tes uraian relatif lebih mudah membuatnya
7)      Secara praktis para siswa tidak mungkin menebak jawaban yang benar; dan
8)      Mungkin lebih sesuai untuk mengukur kemampuan kognitif yang relatif lebih tinggi (lihat Balitbang Dikbud, 1984 : 24)
Tes bentuk uraian memiliki ciri-ciri tertentu, seperti yang dikemukakan oleh Wirasasmita (1981 : 24) yaitu (a) hendaknya setiap pertanyaan merupakan suatu perumusan yang jelas, definitif, dan pasif, (b) tiap pertanyaan hendaknya disertai petunjuk yang jelas tentang jawaban yang dikehendaki oleh oleh peserta, (c) hendaknya pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup semua bahan yang terpenting serta komprehensif, (d) perbandingan soal sukar, sedang, dan mudah harus seimbang, walaupun belum ada patokan yang pasti. Sebaiknya perbandingannya, sukar = 30% – 25%, sedang = 50%, dan mudah = 20% – 25%, dan setelah soal disusun segera susn kunci jawabannya, dengan memperhatikan berbagai kemungkinan jawaban.
2.      Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang disusun sedemikian rupa dan telah disediakan alternatif jawabannya. Tes ini terdiri dariberbagai macam bentuk, antara lain ;
·         Tes Betul-Salah (TrueFalse)
·         Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)
·         Tes Menjodohkan (Matching)
·         Tes Analisa Hubungan (Relationship Analysis)
Pada prinsipnya, bentuk tes objektif di atas mempunyai kelemahan dan kebaikannya, akan tetapi biasanya bentuk objektif dapat menteskan semua bahan yang telah diajarkan, sedangkan bentuk uraian agak sukar untuk mengukur semua bahan yang sudah diajarkan, karena ruang lingkup bentuk tes tersebut sangat sempit. Untuk lebih jelasnya perlu diterangkan dahulu kelemahan dan kebaikan tes bentuk objektif.
Keuntungan atau kebaikan bentuk objektif dalam evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia bagi siswa adalah tes bentuk objektif (1) tepat untuk mengungkapkan hasil belajar yang bertatanan pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dan analisis, (2) mempunyai dampak belajar yang mendorong siswa untuk mengingat, menafsirkan, dan menganalisis pendapat, dan (3) jawaban yang diberikan dapat menggambarkan ranah tujuan pendidikan menurut Bloom, khususnya ranah cognitive domain.
Sedangkan kelemahannya bahwa tes objektif (1) siswa tidak dituntut untuk mengorganisasikan jawaban, karena jawabannya sudah disediakan, (2) siswa ada kemungkinan dapat menebak jawaban yang telah tersedia (3) tidak dapat mengungkap proses berpikir dan bernalar, (4) hanya mengukur ranah kognitif yang paling rendah tidak mengungkap kemampuan yang lebih kompleks. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Gronlund (1985 : 36) menyatakan bahwa …objective test items can be used to measure a variety of knowledge out come …the most generally useful is the multiple choice items…but other items types also have a place. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa item-item tes objektif dapat digunakan untuk mengukur berbagai hasil belajar yang berupa pengetahuan. Umumnya yang paling berguna adalah item bentuk pilihan jamak, sementara itu, tipe item objektif yang lainnya punya peran tersendiri.
Pendapat lain yang berbeda, yakni Lado (1961 : 201) mengemukakan bahwa The usual objectians to objective test are that they are too simple, that they do not require real thinking but simple memory, and that they do not test the ability of the student to organize his thought.
Pendapat di atas menunjukan bahwa keberatan tes objektif adalah karena tes itu terlalu mudah, tidah menuntut pemikiran yang nyata, dan tidak menguji kecakapan siswa dalam mengorganisasikan pikirannya. Padahal pada tingkatan perguruan tinggi kemampuan untuk mengorganisasikan pemikiran, mengungkapkan ide secara sistematis, dan menunjukan kemampuan nalar yang ilmiah merupakan tuntutan yang ditujukan kepada siswa, lebih jauh kepada lulusan perguruan tinggi (Ditjen Dikdasmen, 1982/1983 : 20).
d.   Dari segi fungsi tes di sekolah, tes dibedakan menjadi :
1.      Tes Formatif
Tes Formatif, yaitu tes yang diberikan untuk memonitor kemajuan belajar selama proses pembelajaran berlangsung. Tes ini diberikankan dalam tiap satuan unit pembelajaran. Manfaat tes formatif bagi peserta didik adalah :
·         Untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai materi dalam tiap unit pembelajaran.
·         Merupakan penguatan bagi peserta didik.
·         Merupakan usaha perbaikan bagi siswa, karena dengan tes formatif peserta didik mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
·         Peserta didik dapat mengetahui bagian dari bahan yang mana yang belum dikuasainya.
2.      Tes Summatif
Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk mengetahui penguasaan atau pencapaian peserta didik dalam bidang tertentu. Tes sumatif dilaksanakan pada tengah atau akhir semester.
3.       Tes Penempatan
Tes penempatan adalah tes yang diberikan dalam rangka menentukan jurusan yang akan dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang paling baik ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar.
4.      Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mendiagosis penyebab kesulitan yang dihadapi seseorang baik dari segi intelektual, emosi, fisik dan lain-lain yang mengganggu kegiatan belajarnya.
e.    Dari segi baku/ tidaknya suatu tes maka, tes dapat dibedakan menjadi:
1.         Tes standar, ialah tes yang telah diakuai reabilitas dan validitasnya
2.         Tes yang belum standar, seperti tes buatan guru atau tes local
f.     Dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1.         Tes individual, yakni tes di mana tester hanya berhadapan dengan satu orang testee saja, dan;
2.         Tes kelompok, yakni tes di mana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang testee.
g.    Dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaika tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1.      Power test, yakni tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi, dan;
2.      Speed test, yakni tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.
h.    Dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan,yaitu:
1.      Verbal test, yakni suaut tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara tertulis, dan;
2.      Nonverbal test, yakni tes yang menghendaki respon (jawaban) dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku; jadi respon yang dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau gerakan-gerakan tertentu
  1. Ciri-ciri tes yang baik
Menurut arikonto (1992), Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memilki persyaratan tes, yaitu memiliki:

        1. Validitas
Sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Contoh, untuk mengukur partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat melalui: kehadiran, terpusatnya perhatian pada pelajaran, ketepatan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada permasalahannya.
  2. Reliabilitas
Berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Tes dapat dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan. Jika dihubungkan dengan validitas, maka: Validitas adalah ketepatan dan reliabilitas adalah ketetapan.
      3. Objektivitas
Sebuah dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. hal ini terutama terjadipada sistem scoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan ketetapan pada sistem scoringnya, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes.
      4. Prakitikalitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. tes yang baik adalah yang: mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.

      5. Ekonomis
Yang dimaksud ekonomis disini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.
  1. Langkah – langkah Pengembangan Tes Hasil Belajar
Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar  diperoleh tes yang baik,yaitu:
     1)  Pengembangan spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan kualitas tes dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
·         Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik hendaklah berorientasi kepada peserta didik, bersifat menguraikan hasil belajar, harus jelas dan dapat dimengerti, mengandung kata kerja yang jelas (kata kerja operasional), serta dapat diamati dan dapat di ukur.
·         Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal bertujuan untuk merumuskan setepat mungkin ruang lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi penyusun tes.
·         Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu diperhatikan kesesuaian antara tipe soal dengan materi, tujuan evaluasi, skoring, pengelolaan hasil evaluasi, penyelenggaraan tes, serta ketersediaan dana dan kepraktisan.
·         Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal objektif dapat diketahui melalui uji coba atau dapat juga diperkirakan berdasarkan berat ringannya beban penyeleaian soal tersebut
·         Merencanakan banyak soal
·         Merencanakan jadwal penerbitan soal
    2)  Penulisan soal
    3)   Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati apakah butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan psikologis.
    4) Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting jika soal yang dibuat akan dibakukan.
    5)  Penganalisisan hasil uji coba.
    6) Pengadministrasian soal

B. TEKNIK NON TES
   1. Pengertian Non Tes
   Teknik Non tes merupakan cara pengumpulan data tidak menggunakan alat-alat baku, dengan demikian tidak bersifat mengukur dan tidak diperoleh angka-angka sebagai hasil pengukuran. Teknik ini hanya bersifat mendeskripsikan atau memberikan gambaran, hasilnya adalah suatu deskripsi atau gambaran. Terhadap gambaran-gambaran yang diperoleh dapat dibuat interpretasi, penyimpulan-penyimpulan bahkan dengan kualifikasi tertentu. Dengan kata lain Teknik Non-Tes dapat dikatakan  yaitu teknik evaluasi yang tidak menggunakan perangkat soal yang harus dikerjakan oleh siswa.
Dengan Teknik Non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan beberapa jenis teknik non tes. Teknik non tes ini pada umumnya memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik daris segi ranah sikap hidup (effective domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric domain), sedangkan teknik tes sebagaimana telah dikemukakan sebelum ini, lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah proses berfikirnya (cognitive domain).

1.    Jenis-jenis Teknik Non Tes
            Teknik non tes ini tergolong menjadi beberapa bagian :
1.      Skala bertingkat (Rating Scale)
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan : ”Rating gives a numerical value to some kind of judgement’’, maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk angka.
Ranting scale tidak hanya untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala untuk mengukur status ekonomi, pengetahuan dan kemampuan. Yang paling penting dalam ranting scale adalah kemampuan menerjemahkan alternative jawaban yang dipilih responden.
Dalam ranting scale fenomena-fenomena yang akan diobservasi itu disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Jadi, ranting scale tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya variable tertentu, tetapi kita lebih jauh mengukur bagaimana intensitas gejala yang kita ingin mengukurnya.
 Contoh tabel dalam rangka menilai sikap peserta didik dalam mengikuti pengajaran pendidikan agama islam di sekolah.
  2. Kuesioner (Questionair) / Angket
Pada dasarnya kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner ini orang dapat diketahui tentang keadaan / data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya dan lain-lain.
   Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau informasi, sikap, dan faham dalam hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara. Dalam wawancara, pewawancara berhadapan langsung dengan responden atau siswa, sedangkan dengan angket, dilaksanakan secara tertulis dan penilaian hasil belajar akan jauh lebih praktis, hemat waktu dan tenaga.
             Kuesioner sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah efektif. Ia dapat berupa kuesioner bentuk pilihan ganda (multiple choice item) dan dapat pula berbentuk skala sikap.
Berikut ini dikemukakan contoh kuesioner bentuk pilihan ganda dalam rangka mengungkap hasil belajar pendidikan agama Islam ranah efektif (Kurikulum dan GBPP Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Tahun 1994).
Tentang macam kuesioner, dapat ditinjau dari beberapa segi :
a.       Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada :
1)      Kuesioner langsung
          Kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.
     2) Kuesioner tidak langsung
Adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang diminta   keterangannya. Kuesioner tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang bawahan, anak, saudara, tetangga dan sebagainya.
b. Ditinjau dari segi cara menjawab
1)                     Kuesioner tertutup
adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
2)  Kuesioner terbuka
 adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila macam jawaban pengisi belum terperinci denga jelas sehingga jawabannya akan beraneka ragam. Keterangan tentang alamat pengisi, tidak mungkin diberikan dengan cara memilih pilihan jawaban yang disediakan.
3. Daftar cocok (Check List)
Yang dimaksud dengan daftar cocok adalah deretan pertanyaan (yang biasanya singkat-singkat), dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok ( ) di tempat yang sudah disediakan.
Menurut Sobry Sutikno (2009:134) Check List adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati. Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar cek, kemudian observer tinggal memberikan tanda cek pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya skala bertingkat dapat digolongkan ke dalam daftar cocok karena dalam skala bertingkat, responden juga diminta untuk memberikan tanda cocok pada pilihan yang tepat.
    4. Wawancara (Interview)
Wawancara atau interview adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan Tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi.
Menurut Zakiah Daradjat (1996: 177) Wawancara adalah pertemuan antar pribadi yang dilakukan secara informal antara seorang atau sejumlah murid dengan seorang dewasa untuk memperoleh pendapat otoritatif atas keterangan-keterangan informal mengenai beberapa hal.
Sedangkan menurut Sobry Sutikno (2009:134) wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewawancarai dengan yang diwawancarai. Tujuan wawancara ialah :
·         Untuk memperoleh informasi guna menjelaskan suatu situasi dan kondisi tertentu
·         Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.
·         Wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a)        Interviu bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.
b)        Interviu terpimpin, yaitu interviu yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu.
Diantara kelebihan yang dimiliki oleh wawancara adalah bahwa dengan melakukan wawancara, pewawancara dengan evaluator (guru, dosen dll) dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang akan dinilai, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.
Wawancara juga dapat dilengkapi dengan alat Bantu berupa tape recorder (alat perekan suara), sehingga jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat dicatat dengan secara lebih lengkap.
Contoh pedoman wawancara bebas:
Tujuan          : memperoleh informasi mengenai cara  belajar yang dilakukan  oleh siswa di rumahnya.
Bentuk           : wawancara bebas
Responden    : sisawa yang memperoleh hasil belajar cukup tinggi.
Nama siswa   :………………………
Kelas\semester  : ……………………
Jenis kelamin   : …………………….

Pertanyaan guru
Jawaban siswa
Komentar dan kesimpulan hasil wawancara
Kapan dan berapa lama anda belajar di rumah?

Bagaimana cara anda mempersiapkan diri untuk belajar secara efektif?

Kegiatan apa yang anda lakukan pada waktu mempelajari bahan pelajaran?

Seandainya anda mengalami kesulitan dalam mempelajarinya, usaha apa yang anda lakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut?

Dst.

      5. Pengamatan (observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Secara umum, observasi dapat diartikan sebagai penghimpunan bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap berbagai fenomena yang dijadikan objek pengamatan.
Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dapat mengukur dan menilai hasil dan proses belajar; misalnya tingkah laku peserta didik pada waktu guru pendidikan agama menyampaikan pelajaran di kelas, tingkah laku peserta didik pada jam-jam istirahat atau pada saat terjadinya kekosongan pelajaran, perilaku peserta didik pada saat shalat jama’ah di musholla sekolah, ceramah-ceramah keagamaan, upacara bendera, ibadah sholat tarawih dan sebagainya.
Ada 2 macam observasi :
a). Observasi partisipan yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
b). Observasi sistematik yaitu observasi dimana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sitematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipan, maka dalam observasi sistematik ini  pengamat berada di luar kelompok. Dengan demikian pengamat tidak dibingungkan oleh situasi yang melingkungi dirinya.
 c). Observasi eksperimen, terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.
Berikut ini dikemukakan dua buah instrument evaluasi berupa daftar isian dalam rangka menilai keterampilan peserta didik, dalam suatu observasi sistematis.
Contoh 1:
Hasil penilaian dengan menggunakan instrument tersebut di atas sifatnya adalah individual. Setelah selesai, nilai-nilai individual itu dimasukkan ke dalam daftar nilai yang sifatnya kolektif, seperti contoh berikut ini:
Penilaian atau evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan dengan melakukan observasi itu disamping memiliki kebaikan, juga tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan. Diantara segi kebaikan yang dimiliki oleh observasi itu ialah, bahwa:
a.    Data observasi itu diperoleh secara langsung dilapangan, yakni dengan jalan melihat dan mengamati kegiatan peserta didik di dalam melakukan sesuatu, dengan demikian data tersebut dapat lebih bersifat obyektif dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian peserta didik menurut keadaan yang senyatanya.
b.    Data hasil observasi dapat mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing individu peserta didik; dengan demikian maka di dalam pengolahannya tidak berat sebelah atau hanya menekankan pada salah satu segi saja dari kecakapan atau prestasi belajar mereka.
Adapun segi kelemahannya adalah :
a.    Observasi sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh para pengajar. Guru yang tidak atau kurang memiliki kecakapan atau keterampilan dalam melakukan observasi, maka hasil observasinya menjadi kurang dapat diyakini kebenarannya.
b.     Kepribadian (personality)dari observer atau evaluator juga acapkali mewarnai atau menyelinap masuk ke dalam penilaian yang dilakukan dengan cara observasi. Prasangka-prasangka yang mungkin melekat pada diri observer (evaluator) dapat mengakibatkan sulit dipisahkan secara tegas mengenai tingkah laku peserta didik yang diamatinya.
c.    Data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkap “kulit luar”nya saja. Adapun apa-apa yang sesungguhnya terjadi di balik hasil pengamatan itu belum dapat diungkap secara tuntas hanya dengan melakukan observasi saja.
Berhasil tidaknya observasi sebagai alat penilaian bergantung pada pengamat, bukan pada pedoman observasi. Oleh sebab itu, memilih pengamat yang cakap, mampu, dan menguasai segi-segi yang diamati itu sangat diperlukan. Observasi untuk menilai proses pembelajaran dapat dilaksanakan oleh guru di kelas pada saat siswa melakukan kegiatan belajar. Untuk itu guru tidak perlu terlalu formal memperhatikan perilaku siswa, tetapi mencatat secara teratur gejala dan perilaku yang ditunjukkan oleh siswa.
Contoh pedoman observasi :


Pedoman observasi
Topik diskusi                          :
Kelas/semester                      :
Bidang studi                           :
Nama siswa yang diamati    :


Aspek yang diamati
Hasil pengamatan
ket
tinggi
sedang
rendah

Memberikan pendapat untuk pemecahan masalah

Memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain

Mengerjakan tugas yang diberikan

Motivasi siswa yang mengerjakan tugas-tugas

Toleransi dan mau menerima pendapat siswa lain

Tanggung jawab sebagai anggota kelompok






6. Riwayat Hidup
Adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan dan sikap dari objek yang dinilai.
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik nontes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen, misalnya dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi).
Selain itu juga dokumen yang memuat informasi tentang orang tua peserta didik, seperti: nama, tempat tingga;, tempat dan tanggal lahir, agama yang dianut, pekerjaan pokoknya, tingkat atau jenjang pendidikannya, rata-rata penghasilannya setiap bulan dan sebagainya.
      7. Fotofolio/ skala sikap  
Penilaian yang lebih komplek mencakup sampel kerja dan laporan tertulis yang berupa bukti-bukti, fakta maupun keterangan Tentang kemajuan akademik, prestasi belajar, keterampilan maupun Sikap siswa.

Skala sikap merupakan kumpulan pertanyaan-pertanyaan mengenai sikap suatu objek. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari. Sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa obyek-obyek tertentu.
Untuk mengukur sikap, dapat dilakukan dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Ada 2 bentuk pertanyaan yang menggunakan skala Likert ini yaitu :
1.      Bentuk pertanyaan positif untuk mengukur sikap positif
2.      Bentuk pertanyaan negatif untuk mengukur sikap negatif.
Dari uraian tersebut dapatlah dipahami, bahwa dalam rangka evaluasi hasil belajar peserta didik, evaluasi itu tidak harus semata-mata dilakukan dengan menggunakan alat berupa tes-tes hasil belajar. Teknik-teknik nontes juga menempati kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil belajar, lebih-lebih evaluasi yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan peserta didik, seperti persepsinya terhadap mata pelajaran tertentu, persepsinya terhadap guru, minatnya, bakatnya, tingkah laku atau sikapnya dan sebagainya, yang kesemuanya itu tidak mungkin dievaluasi dengan menggunakan tes sebagai alat pengukurnya.















BAB III
                                                       PENUTUP 

A. Kesimpulan
Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi. Alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi.
Teknik Tes yaitu teknik evaluasi yang menngunakan perangkat soal yang harus dikerjakan oleh siswa dalam batas waktu tertentu.
Teknik Non-Tes dapat dikatakan  yaitu teknik evaluasi yang tidak menggunakan perangkat soal yang harus dikerjakan oleh siswa.
• Jenis-jenis Teknik Non Tes
1.                                                                     Skala bertingkat (Rating Scale)
2.    Kuesioner (Questionair) / Angket
3.                                                                     Daftar cocok (Check List)
4.                                                                     Wawancara (Interview)
5.                                                                      Pengamatan (observasi)
6.                                                                      Riwayat Hidup
7.    Skala Sikap
Dalam rangka evaluasi hasil belajar peserta didik, evaluasi itu tidak harus semata-mata dilakukan dengan menggunakan alat berupa tes-tes hasil belajar. Teknik-teknik nontes juga menempati kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil belajar.





DAFTAR PUSTAKA

Sutikno, Sobry. 2009. Belajar dan pembelajaran “Upaya Kreatif dalam Mewujudkan   Pembelajaran yang Berhasil”. Bandung: Prospect.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Cet.8.
Darajat, Zakiah, dkk. 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Subino, 1987.Konstruksi Dan Analisi Tes Suatu Pengantar Kepada Teori Tes Dan Pengukuran. Jakarta : Depdikbud
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Thorndike, Robert M., George K. Cunningham, Robert L. Thorndike and Elizabeth P. Hagen. Measurement and Evaluation in Psychology and Education. Fifth edition. New York: Macmillan Publishing Company, 1991
Wirasasmita, Sutardi. 1998. Tehnik Penyusunan dan Analisis Tes Prestasi Belajar dengan Pengembangan Tes Prestasi Belajar Bahasa Indonesia. Bandung: IKIP.