BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses
pembelajaran kegiatan mengukur atau melakukan pengukuran merupakan kegiatan
yang paling umum dilakukan dan merupakan tindakan yang mengawali kegiatan
evaluasi dalam penilaian hasil belajar. Kegiatan mengukur itu pada umumnya
tertuang dalam bentuk tes dengan berbagai
variasinya. Dalam praktek, teknik tes inilah yang lebih sering
dipergunakan dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik.
Pernyataan di atas
tidaklah harus diartikan bahwa teknik tes adalah satu-satunya teknik
untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih ada teknik yang lainnya
yang dapat dipergunakan, yaitu teknik non tes. Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih
baik sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi.
Dengan pengertian tersebut maka alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu
mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang
dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan cara atau
teknik, dan oleh karna itu dikenal dengan teknik evaluasi. Seperti disebutkan
di atas ada dua teknik evaluasi yaitu teknik nontes dan teknik tes. Pada
makalah kali ini akan dijelaskan mengenai teknik evaluasi tes dan non tes.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang
permasalahan yang di tulis diatas maka kami dapat menyimpulkan rumusan masalah
sebagai berikut :
1.
Seperti apakah alat-alat penilaian tes dan non tes itu?
2.
Apa saja kelebihan dan kekurangan penilaian tes dan nontes?
C.
Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas
maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pembaca dapat mengetahui
pengertian alat-alat penilaian tes dan nontes.
2. Pembaca dapat mengetahui
kelebihan dan kekurangan penilaian tes dan nontes.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat penulis
uraikan adalah : Membantu proses belajar mengajar dengan menggunakan Teknik Tes
dan Nontes sebagai penilaian hasil belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEKNIK TES
- Pengertian
Tes
Kata tes berasal dari bahasa Prancis
kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia yang dimaksud
disini adalah dengan menggunakan alat berupa piring akan dapat diperoleh
jenis-jenis logam mulia yang bernilai tinggi. Dalam perkembangannya dan seiirng
kemujuan zaman tes berate ujian atau percobaan. Ada beberapa istilah yang
memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian diatas yaitu test, testing,
tester dan testee, yang masing-masing mempunyai pengertian berbeda namun erat
kaitannya dengan tes.
a.
Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka
pengukuran dan penilaian,
b.
Testing berarti saat dilaksanakannya pengukuran dan
penilaian atau saat pengambilan tes
c.
Tester artinya orang yang melaksanakan tes atau orang yang
diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden
d.
Testee adalah pihak yang sedang dikenai tes.
Ada beberapa pendapat dari beberapa
ahli tentang pengertian tes, menurut Anne
Anastasi dalam karya tulisnya yang berjudul Psychological Testing,
yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang
obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat digunakan
sebagai cara untuk mengukur dan membandingkan keadaan pskis atau tingklah laku
individu. Menurut Lee J. Cronbach
dalam bukunya berjudul Essential of Psychological Testing, tes merupakan
suatu perosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau
lebih. Sedangkan menurut Goodenough,
tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang diberikan kepada individu
atau kelompok individu, yang dimaksud untuk membandingkan kecakapan satu sama
lain.
Dari pengertian dari para ahli
tersebut dalam dunia pendidikan dapat disimpulkan bahwa pengertian tes adalah
cara yang digunakan atau prosedur yang ditempuh dalam rangka pengukuran dan
penilaian di bidang pendidikan, yang memberikan tugas dan serangkaian tugas
yang diberikan oleh guru sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan
tingkat laku atau prestasi peserta didik
Tes sebagai salah satu teknik
pengukuran dapat didefinisikan A test will be defined as a systematic
procedure for measuring a sample of an individual’s behaviour (Brown,1970:2).
Definisi tersebut mengandung dua hal pokok yang perlu di perhatikan dalam
memahami makna tes, yaitu Pertama adalah kata systematic
procedure yang artinya bahwa suatu tes harus disusun, dilaksanakan
(diadministrasikan) dan diolah berdasarkan aturan-aturan tertentu yang telah
ditetapkan. Sistematis di sini meliputi tiga langkah, yaitu (a) sistematis
dalam isi, artinya butir-butir soal (item) suatu tes hendaknya disusun dan
dipilih berdasarkan kawasan dan ruang lingkup tingkah laku yang akan dan harus
diukur atau dites, sehingga tes tersebut benar-benar tingkat validitasnya dapat
dipertanggungjawabkan, (b) sistematis dalam pelaksanaan (administrasi) artinya
tes itu hendaknya dilaksanakan dengan mengikuti prosedur dan kondisi yang telah
ditentukan ; dan (c) sistematis di dalam pengolahannya, artinya data yang
dihasilkan dari suatu tes diolah dan ditafsirkan berdasarkan aturan-aturan dan
tolak ukur (norma) tertentu. Kedua adalah measuring of an
individual’s is behaviour yang artinya bahwa tes itu hanya mengukur suatu
sampel dari suatu tingkah laku individu yang dites. Tes tidak dapat mengukur
seluruh (populasi) tingkah laku, melainkan terbatas pada isi (butir soal) tes
yang bersangkutan.
Suatu tes akan berisiskan
pertanyaan-pertanyaan dan atau soal-soal yang harus dijawab dan atau dipecahkan
oleh individu yang dites (testee), maka disebut tes hasil belajar (achievement
test). Hal ini sependapat dengan seorang ahli yang menyatakan bahwa The type
of ability test that describes what a person has learned to do is called an
achievement test (Thordike & Hagen, !975:5). Berdasarkan pendapat itu,
tes hasil belajar biasanya terdiri dari sejumlah butir soal yang memiliki
tingkat kesukaran tertentu (ada yang mudah, sedang, dan sukar). Tes tersebut
harus dapat dikerjakan oleh siswa dalam waktu yang sudah ditentukan. Oleh
karena itu, tes hasil belajar merupakan power test. Maksudnya adalah
mengukur kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan atau permasalahan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa Teknik Tes yaitu
teknik evaluasi yang menngunakan perangkat soal yang harus dikerjakan oleh
siswa dalam batas waktu tertentu.
- Jenis dan Bentuk Tes Hasil
Belajar
Tes merupakan serangkaian soal yang
harus dijawab oleh siswa. Dalam hal ini, dapat digolongkan kedalam :
a.
Dari materi yang diukur tes dibagi atas dua kelompok :
- physical
test (tes pisik), untuk mengukur dan menilai karekteristik pisik
seseorang, seperti tinggi dan berat.
- Phsychologycal
test (tes pisikologis), untuk mengetahui karekteristik psikologi
seseorang, seperti tes intelegensi, tes bakat.
b. Berdasarkan bentuk pelaksanaanya dibagi atas tiga, yaitu
(a) tes lisan,
(b) tes tulisan, dan
(c) tes tindakan atau perbuatan.
Tes tertulis dalam pelaksanaannya
lebih menekankan pada penggunaan kertas dan pencil sebagai instrumen utamanya,
sehingga tes mengerjakan soal atau jawaban ujian pada kertas ujian secara
tertulis, baik dengan tulisan tangan maupun menggunakan komputer. Sedangkan,
Tes lisan dilakukan dengan pembicaraan atau wawancara tatap muka antara guru
dan murid. Sedangkan, Tes perbuatan mengacu pada proses penampilan seseorang
dalam melakukan sesuatu unit kerja. Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan
perbuatan peserta didik.
c. Dari segi bentuk soal dan kemungkinan
jawabannya tes dibagi menjadi 2 bagian yakni :
1. Tes Essay (uraian)
Tes Essay adalah tes yang disusun
dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan siswa menyusun, mengorganisasikan
sendiri jawaban tiap pertanyaan itu dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat
bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam menjelaskan atau mengungkapkan
suatu pendapat dalam bahasa sendiri.
Subino, (1987:2) menyatakan bahwa
berdasarkan tingkat kebebasan jawaban yang dimungkinkan dalam tes bentuk
uraian, butir-butir soal dalam ini dapat dibedakan atas butir-butir soal yang
menuntut jawaban bebas. Butir-butir soal dengan jawaban terikat cenderung akan
membatasi, baik isi maupun bentuk jawaban; sedangkan butir soal dengan jawaban
bebas cenderung tidak membatasi, baik isi maupun jawaban.
Tes uraian merupakan tes yang
tertua, namun bentuk ini masih digunakan secara luas di Amerika Serikat hingga
kini, bahkan merupakan bentuk soal yang yang juga masih digunakan secara luas
di bagian-bagian dunia lainnya (Gronlund, 1977).
Tes uraian memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan tes objektif, yaitu:
1) Memungkinkan para testi menjawab
soal secara bebas sepenuhnya
2) Merupakan tes yang terbaik dalam
mengukur kemampuan menjelaskan, membandingkan merangkum, membedakan,
menggambarkan, dan mengevaluasi
3) Merupakan tes yang terbaik untuk
mengukur keterampilan mengemukakan pendapat dengan tulisan
4) Memberikan kesempatan bagi siswa
untuk meningkatkan kemampuan menulis, mengorganisasikan ide serta berfikir
secara kritis dan kreatif
5) Dapat menggalakan siswa mempelajari
secara luas tentang sebagian besar konsep dan menggeneralisasikan
6) Bila dibandingkan dengan bentuk tes
yang lain tes uraian relatif lebih mudah membuatnya
7) Secara praktis para siswa tidak
mungkin menebak jawaban yang benar; dan
8) Mungkin lebih sesuai untuk mengukur
kemampuan kognitif yang relatif lebih tinggi (lihat Balitbang Dikbud, 1984 :
24)
Tes bentuk uraian memiliki ciri-ciri tertentu, seperti yang
dikemukakan oleh Wirasasmita (1981 : 24) yaitu (a) hendaknya setiap pertanyaan
merupakan suatu perumusan yang jelas, definitif, dan pasif, (b) tiap pertanyaan
hendaknya disertai petunjuk yang jelas tentang jawaban yang dikehendaki oleh
oleh peserta, (c) hendaknya pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup semua bahan
yang terpenting serta komprehensif, (d) perbandingan soal sukar, sedang, dan
mudah harus seimbang, walaupun belum ada patokan yang pasti. Sebaiknya
perbandingannya, sukar = 30% – 25%, sedang = 50%, dan mudah = 20% – 25%, dan
setelah soal disusun segera susn kunci jawabannya, dengan memperhatikan
berbagai kemungkinan jawaban.
2. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang disusun
sedemikian rupa dan telah disediakan alternatif jawabannya. Tes ini terdiri
dariberbagai macam bentuk, antara lain ;
·
Tes Betul-Salah (TrueFalse)
·
Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)
·
Tes Menjodohkan (Matching)
·
Tes Analisa Hubungan (Relationship Analysis)
Pada prinsipnya, bentuk tes objektif
di atas mempunyai kelemahan dan kebaikannya, akan tetapi biasanya bentuk
objektif dapat menteskan semua bahan yang telah diajarkan, sedangkan bentuk
uraian agak sukar untuk mengukur semua bahan yang sudah diajarkan, karena ruang
lingkup bentuk tes tersebut sangat sempit. Untuk lebih jelasnya perlu
diterangkan dahulu kelemahan dan kebaikan tes bentuk objektif.
Keuntungan atau kebaikan bentuk
objektif dalam evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia bagi siswa adalah tes
bentuk objektif (1) tepat untuk mengungkapkan hasil belajar yang bertatanan
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dan analisis, (2) mempunyai dampak belajar
yang mendorong siswa untuk mengingat, menafsirkan, dan menganalisis pendapat,
dan (3) jawaban yang diberikan dapat menggambarkan ranah tujuan pendidikan
menurut Bloom, khususnya ranah cognitive domain.
Sedangkan kelemahannya bahwa tes
objektif (1) siswa tidak dituntut untuk mengorganisasikan jawaban, karena
jawabannya sudah disediakan, (2) siswa ada kemungkinan dapat menebak jawaban
yang telah tersedia (3) tidak dapat mengungkap proses berpikir dan bernalar,
(4) hanya mengukur ranah kognitif yang paling rendah tidak mengungkap kemampuan
yang lebih kompleks. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Gronlund (1985 : 36)
menyatakan bahwa …objective test items can be used to measure a variety of
knowledge out come …the most generally useful is the multiple choice items…but
other items types also have a place. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa
item-item tes objektif dapat digunakan untuk mengukur berbagai hasil belajar
yang berupa pengetahuan. Umumnya yang paling berguna adalah item bentuk pilihan
jamak, sementara itu, tipe item objektif yang lainnya punya peran tersendiri.
Pendapat lain yang berbeda, yakni
Lado (1961 : 201) mengemukakan bahwa The usual objectians to objective test
are that they are too simple, that they do not require real thinking but simple
memory, and that they do not test the ability of the student to organize his
thought.
Pendapat di atas menunjukan bahwa
keberatan tes objektif adalah karena tes itu terlalu mudah, tidah menuntut
pemikiran yang nyata, dan tidak menguji kecakapan siswa dalam mengorganisasikan
pikirannya. Padahal pada tingkatan perguruan tinggi kemampuan untuk mengorganisasikan
pemikiran, mengungkapkan ide secara sistematis, dan menunjukan kemampuan nalar
yang ilmiah merupakan tuntutan yang ditujukan kepada siswa, lebih jauh kepada
lulusan perguruan tinggi (Ditjen Dikdasmen, 1982/1983 : 20).
d. Dari segi fungsi tes di sekolah, tes
dibedakan menjadi :
1. Tes Formatif
Tes Formatif, yaitu tes yang diberikan untuk memonitor
kemajuan belajar selama proses pembelajaran berlangsung. Tes ini diberikankan
dalam tiap satuan unit pembelajaran. Manfaat tes formatif bagi peserta didik
adalah :
·
Untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai materi
dalam tiap unit pembelajaran.
·
Merupakan penguatan bagi peserta didik.
·
Merupakan usaha perbaikan bagi siswa, karena dengan tes
formatif peserta didik mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
·
Peserta didik dapat mengetahui bagian dari bahan yang mana
yang belum dikuasainya.
2. Tes Summatif
Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk mengetahui
penguasaan atau pencapaian peserta didik dalam bidang tertentu. Tes sumatif
dilaksanakan pada tengah atau akhir semester.
3. Tes Penempatan
Tes penempatan adalah tes yang diberikan dalam rangka
menentukan jurusan yang akan dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang
paling baik ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar.
4. Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mendiagosis
penyebab kesulitan yang dihadapi seseorang baik dari segi intelektual, emosi,
fisik dan lain-lain yang mengganggu kegiatan belajarnya.
e.
Dari segi baku/ tidaknya suatu tes maka, tes dapat
dibedakan menjadi:
1.
Tes standar, ialah tes yang telah diakuai reabilitas
dan validitasnya
2.
Tes yang belum standar, seperti tes buatan guru atau
tes local
f.
Dari segi banyaknya orang yang
mengikuti tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1.
Tes individual, yakni tes di mana
tester hanya berhadapan dengan satu orang testee saja, dan;
2.
Tes kelompok, yakni tes di mana
tester berhadapan dengan lebih dari satu orang testee.
g.
Dari segi waktu yang disediakan
bagi testee untuk menyelesaika tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu:
1.
Power test, yakni tes di mana
waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak
dibatasi, dan;
2.
Speed test, yakni tes di mana
waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.
h.
Dari segi bentuk responnya, tes
dapat dibedakan menjadi dua golongan,yaitu:
1.
Verbal test, yakni suaut tes yang
menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau
kalimat, baik secara lisan maupun secara tertulis, dan;
2.
Nonverbal test, yakni tes yang
menghendaki respon (jawaban) dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau
kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku; jadi respon yang
dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau gerakan-gerakan
tertentu
- Ciri-ciri tes yang baik
Menurut arikonto (1992), Sebuah tes
yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memilki persyaratan tes,
yaitu memiliki:
1. Validitas
Sebuah tes disebut valid apabila tes
tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Contoh, untuk mengukur
partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, bukan diukur melalui nilai
yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat melalui: kehadiran,
terpusatnya perhatian pada pelajaran, ketepatan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada permasalahannya.
2. Reliabilitas
Berasal dari kata asal reliable yang
artinya dapat dipercaya. Tes dapat dikatakan dapat dipercaya jika memberikan
hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliabel
apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan. Jika dihubungkan dengan
validitas, maka: Validitas adalah ketepatan dan reliabilitas adalah ketetapan.
3. Objektivitas
Sebuah dikatakan memiliki
objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang
mempengaruhi. hal ini terutama terjadipada sistem scoringnya. Apabila dikaitkan
dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan ketetapan pada sistem
scoringnya, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes.
4. Prakitikalitas
Sebuah tes dikatakan memiliki
praktibilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis dan mudah
pengadministrasiannya. tes yang baik adalah yang: mudah dilaksanakan, mudah
pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.
5. Ekonomis
Yang dimaksud ekonomis disini ialah
bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal,
tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.
- Langkah – langkah Pengembangan
Tes Hasil Belajar
Ada enam tahap dalam merencanakan
dan menyusun tes agar diperoleh tes yang
baik,yaitu:
1) Pengembangan spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan
keseluruhan kualitas tes dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah :
·
Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik hendaklah
berorientasi kepada peserta didik, bersifat menguraikan hasil belajar, harus
jelas dan dapat dimengerti, mengandung kata kerja yang jelas (kata kerja
operasional), serta dapat diamati dan dapat di ukur.
·
Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal bertujuan
untuk merumuskan setepat mungkin ruang lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes
sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi penyusun
tes.
·
Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu
diperhatikan kesesuaian antara tipe soal dengan materi, tujuan evaluasi,
skoring, pengelolaan hasil evaluasi, penyelenggaraan tes, serta ketersediaan
dana dan kepraktisan.
·
Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal objektif
dapat diketahui melalui uji coba atau dapat juga diperkirakan berdasarkan berat
ringannya beban penyeleaian soal tersebut
·
Merencanakan banyak soal
·
Merencanakan jadwal penerbitan soal
2) Penulisan soal
3) Penelaahan soal, yaitu
menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati apakah butir-butir soal
yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan pembelajaran yang sudah
dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan psikologis.
4) Pengujian butir-butir soal secara
empiris, kegiatan ini sangat penting jika soal yang dibuat akan dibakukan.
5) Penganalisisan hasil uji coba.
6) Pengadministrasian soal
B. TEKNIK NON TES
1. Pengertian Non Tes
Teknik Non tes merupakan cara pengumpulan
data tidak menggunakan alat-alat baku, dengan demikian tidak bersifat mengukur
dan tidak diperoleh angka-angka sebagai hasil pengukuran. Teknik ini hanya
bersifat mendeskripsikan atau memberikan gambaran, hasilnya adalah suatu
deskripsi atau gambaran. Terhadap gambaran-gambaran yang diperoleh dapat dibuat
interpretasi, penyimpulan-penyimpulan bahkan dengan kualifikasi tertentu. Dengan
kata lain Teknik Non-Tes dapat dikatakan yaitu teknik evaluasi yang tidak menggunakan
perangkat soal yang harus dikerjakan oleh siswa.
Dengan
Teknik Non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dilakukan dengan
melakukan beberapa jenis teknik non tes. Teknik non tes ini pada umumnya
memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta
didik daris segi ranah sikap hidup (effective domain) dan ranah keterampilan
(psychomotoric domain), sedangkan teknik tes sebagaimana telah dikemukakan
sebelum ini, lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta
didik dari segi ranah proses berfikirnya (cognitive domain).
1.
Jenis-jenis
Teknik Non Tes
Teknik
non tes ini tergolong menjadi beberapa bagian :
1.
Skala bertingkat (Rating Scale)
Skala
menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil
pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan : ”Rating gives a numerical value to
some kind of judgement’’, maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk angka.
Ranting
scale tidak hanya untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena
lingkungan, seperti skala untuk mengukur status ekonomi, pengetahuan dan
kemampuan. Yang paling penting dalam ranting scale adalah kemampuan
menerjemahkan alternative jawaban yang dipilih responden.
Dalam
ranting scale fenomena-fenomena yang akan diobservasi itu disusun dalam
tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Jadi, ranting scale tidak hanya
mengukur secara mutlak ada atau tidaknya variable tertentu, tetapi kita lebih
jauh mengukur bagaimana intensitas gejala yang kita ingin mengukurnya.
Contoh tabel dalam rangka menilai sikap
peserta didik dalam mengikuti pengajaran pendidikan agama islam di sekolah.
2. Kuesioner (Questionair) / Angket
Pada
dasarnya kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang
yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner ini orang dapat diketahui
tentang keadaan / data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya dan
lain-lain.
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan
mencatat data atau informasi, sikap, dan faham dalam hubungan kausal. Angket
mempunyai kesamaan dengan wawancara. Dalam wawancara, pewawancara berhadapan
langsung dengan responden atau siswa, sedangkan dengan angket, dilaksanakan
secara tertulis dan penilaian hasil belajar akan jauh lebih praktis, hemat
waktu dan tenaga.
Kuesioner sering digunakan untuk
menilai hasil belajar ranah efektif. Ia dapat berupa kuesioner bentuk pilihan
ganda (multiple choice item) dan dapat pula berbentuk skala sikap.
Berikut ini
dikemukakan contoh kuesioner bentuk pilihan ganda dalam rangka mengungkap hasil
belajar pendidikan agama Islam ranah efektif (Kurikulum dan GBPP Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam Tahun 1994).
Tentang macam kuesioner, dapat
ditinjau dari beberapa segi :
a.
Ditinjau dari segi siapa yang
menjawab, maka ada :
1)
Kuesioner langsung
Kuesioner dikatakan langsung jika
kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai
jawaban tentang dirinya.
2) Kuesioner tidak langsung
Adalah kuesioner yang dikirimkan dan
diisi oleh bukan orang yang diminta keterangannya.
Kuesioner tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang
bawahan, anak, saudara, tetangga dan sebagainya.
b. Ditinjau dari segi cara menjawab
1)
Kuesioner tertutup
adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan
pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada
jawaban yang dipilih.
2) Kuesioner terbuka
adalah
kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan
pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila macam jawaban pengisi belum
terperinci denga jelas sehingga jawabannya akan beraneka ragam. Keterangan
tentang alamat pengisi, tidak mungkin diberikan dengan cara memilih pilihan
jawaban yang disediakan.
3. Daftar cocok (Check List)
Yang dimaksud dengan daftar cocok
adalah deretan pertanyaan (yang biasanya singkat-singkat), dimana responden
yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok ( ) di tempat yang sudah
disediakan.
Menurut Sobry Sutikno (2009:134)
Check List adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan
diamati. Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam
daftar cek, kemudian observer tinggal memberikan tanda cek pada tiap-tiap aspek
tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa
sebenarnya skala bertingkat dapat digolongkan ke dalam daftar cocok karena
dalam skala bertingkat, responden juga diminta untuk memberikan tanda cocok
pada pilihan yang tepat.
4. Wawancara (Interview)
Wawancara
atau interview adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan
jawaban dari responden dengan jalan Tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak
karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk
mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi.
Menurut Zakiah Daradjat (1996: 177)
Wawancara adalah pertemuan antar pribadi yang dilakukan secara informal antara
seorang atau sejumlah murid dengan seorang dewasa untuk memperoleh pendapat
otoritatif atas keterangan-keterangan informal mengenai beberapa hal.
Sedangkan menurut Sobry Sutikno
(2009:134) wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewawancarai dengan
yang diwawancarai. Tujuan wawancara ialah :
·
Untuk memperoleh informasi guna menjelaskan
suatu situasi dan kondisi tertentu
·
Untuk melengkapi suatu penyelidikan
ilmiah untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang
tertentu.
·
Wawancara dapat dilakukan dengan 2
cara, yaitu :
a)
Interviu bebas, dimana responden
mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh
patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.
b)
Interviu terpimpin, yaitu interviu
yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu.
Diantara kelebihan yang dimiliki
oleh wawancara adalah bahwa dengan melakukan wawancara, pewawancara dengan
evaluator (guru, dosen dll) dapat melakukan kontak langsung dengan peserta
didik yang akan dinilai, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih
lengkap dan mendalam.
Wawancara juga dapat dilengkapi
dengan alat Bantu berupa tape recorder (alat perekan suara), sehingga jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat dicatat dengan secara lebih
lengkap.
Contoh pedoman wawancara bebas:
Tujuan : memperoleh informasi mengenai cara belajar yang dilakukan oleh siswa di
rumahnya.
Bentuk
: wawancara
bebas
Responden : sisawa yang memperoleh hasil belajar cukup
tinggi.
Nama siswa :………………………
Kelas\semester : ……………………
Jenis kelamin : …………………….
Pertanyaan guru
|
Jawaban siswa
|
Komentar dan kesimpulan hasil
wawancara
|
Kapan dan berapa lama anda belajar di rumah?
Bagaimana cara anda mempersiapkan diri untuk belajar
secara efektif?
Kegiatan apa yang anda lakukan pada waktu mempelajari
bahan pelajaran?
Seandainya anda mengalami kesulitan dalam mempelajarinya,
usaha apa yang anda lakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut?
Dst.
|
5. Pengamatan (observasi)
Adalah suatu
teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta
pencatatan secara sistematis. Secara umum, observasi dapat diartikan sebagai
penghimpunan bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap berbagai fenomena yang dijadikan
objek pengamatan.
Observasi
sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau
proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dapat mengukur dan menilai
hasil dan proses belajar; misalnya tingkah laku peserta didik pada waktu guru
pendidikan agama menyampaikan pelajaran di kelas, tingkah laku peserta didik
pada jam-jam istirahat atau pada saat terjadinya kekosongan pelajaran, perilaku
peserta didik pada saat shalat jama’ah di musholla sekolah, ceramah-ceramah
keagamaan, upacara bendera, ibadah sholat tarawih dan sebagainya.
Ada 2 macam
observasi :
a). Observasi partisipan yaitu
observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu pengamat memasuki
dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
b). Observasi sistematik yaitu
observasi dimana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sitematis dan
sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipan, maka
dalam observasi sistematik ini pengamat
berada di luar kelompok. Dengan demikian pengamat tidak dibingungkan oleh
situasi yang melingkungi dirinya.
c). Observasi eksperimen, terjadi jika
pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini ia dapat
mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga
situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.
Berikut ini dikemukakan dua buah
instrument evaluasi berupa daftar isian dalam rangka menilai keterampilan
peserta didik, dalam suatu observasi sistematis.
Contoh 1:
Hasil penilaian dengan menggunakan
instrument tersebut di atas sifatnya adalah individual. Setelah selesai,
nilai-nilai individual itu dimasukkan ke dalam daftar nilai yang sifatnya
kolektif, seperti contoh berikut ini:
Penilaian
atau evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan dengan melakukan observasi itu
disamping memiliki kebaikan, juga tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan.
Diantara segi kebaikan yang dimiliki oleh observasi itu ialah, bahwa:
a.
Data observasi itu diperoleh secara
langsung dilapangan, yakni dengan jalan melihat dan mengamati kegiatan peserta
didik di dalam melakukan sesuatu, dengan demikian data tersebut dapat lebih
bersifat obyektif dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian peserta didik
menurut keadaan yang senyatanya.
b.
Data hasil observasi dapat mencakup
berbagai aspek kepribadian masing-masing individu peserta didik; dengan
demikian maka di dalam pengolahannya tidak berat sebelah atau hanya menekankan
pada salah satu segi saja dari kecakapan atau prestasi belajar mereka.
Adapun segi kelemahannya adalah :
a.
Observasi sebagai salah satu alat
evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh
para pengajar. Guru yang tidak atau kurang memiliki kecakapan atau keterampilan
dalam melakukan observasi, maka hasil observasinya menjadi kurang dapat
diyakini kebenarannya.
b.
Kepribadian (personality)dari observer atau
evaluator juga acapkali mewarnai atau menyelinap masuk ke dalam penilaian yang
dilakukan dengan cara observasi. Prasangka-prasangka yang mungkin melekat pada
diri observer (evaluator) dapat mengakibatkan sulit dipisahkan secara tegas
mengenai tingkah laku peserta didik yang diamatinya.
c.
Data yang diperoleh dari kegiatan
observasi umumnya baru dapat mengungkap “kulit luar”nya saja. Adapun apa-apa
yang sesungguhnya terjadi di balik hasil pengamatan itu belum dapat diungkap
secara tuntas hanya dengan melakukan observasi saja.
Berhasil tidaknya observasi sebagai
alat penilaian bergantung pada pengamat, bukan pada pedoman observasi. Oleh
sebab itu, memilih pengamat yang cakap, mampu, dan menguasai segi-segi yang
diamati itu sangat diperlukan. Observasi untuk menilai proses pembelajaran
dapat dilaksanakan oleh guru di kelas pada saat siswa melakukan kegiatan belajar.
Untuk itu guru tidak perlu terlalu formal memperhatikan perilaku siswa, tetapi
mencatat secara teratur gejala dan perilaku yang ditunjukkan oleh siswa.
Contoh pedoman observasi :
Pedoman observasi
Topik diskusi
:
Kelas/semester
:
Bidang studi
:
Nama siswa yang diamati :
Hasil pengamatan
|
ket
|
|||
tinggi
|
sedang
|
rendah
|
|
|
Memberikan
pendapat untuk pemecahan masalah
Memberikan
tanggapan terhadap pendapat orang lain
Mengerjakan
tugas yang diberikan
Motivasi
siswa yang mengerjakan tugas-tugas
Toleransi
dan mau menerima pendapat siswa lain
Tanggung
jawab sebagai anggota kelompok
|
|
|
|
|
6. Riwayat
Hidup
Adalah
gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan
mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu
kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan dan sikap dari objek yang dinilai.
Evaluasi
mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa
menguji (teknik nontes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara
melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen, misalnya dokumen yang memuat
informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi).
Selain itu
juga dokumen yang memuat informasi tentang orang tua peserta didik, seperti:
nama, tempat tingga;, tempat dan tanggal lahir, agama yang dianut, pekerjaan
pokoknya, tingkat atau jenjang pendidikannya, rata-rata penghasilannya setiap
bulan dan sebagainya.
7. Fotofolio/ skala sikap
Penilaian yang lebih komplek mencakup sampel kerja dan laporan tertulis
yang berupa bukti-bukti, fakta maupun keterangan Tentang kemajuan akademik,
prestasi belajar, keterampilan maupun Sikap siswa.
Skala sikap
merupakan kumpulan pertanyaan-pertanyaan mengenai sikap suatu objek. Sikap
merupakan sesuatu yang dipelajari. Sikap menentukan bagaimana individu bereaksi
terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya.
Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode,
teknik dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang
maupun berupa obyek-obyek tertentu.
Untuk
mengukur sikap, dapat dilakukan dengan menggunakan skala sikap yang
dikembangkan oleh Likert. Ada 2 bentuk pertanyaan yang menggunakan skala Likert
ini yaitu :
1.
Bentuk pertanyaan positif untuk
mengukur sikap positif
2.
Bentuk pertanyaan negatif untuk
mengukur sikap negatif.
Dari uraian tersebut dapatlah
dipahami, bahwa dalam rangka evaluasi hasil belajar peserta didik, evaluasi itu
tidak harus semata-mata dilakukan dengan menggunakan alat berupa tes-tes hasil
belajar. Teknik-teknik nontes juga menempati kedudukan yang penting dalam
rangka evaluasi hasil belajar, lebih-lebih evaluasi yang berhubungan dengan
kondisi kejiwaan peserta didik, seperti persepsinya terhadap mata pelajaran
tertentu, persepsinya terhadap guru, minatnya, bakatnya, tingkah laku atau
sikapnya dan sebagainya, yang kesemuanya itu tidak mungkin dievaluasi dengan
menggunakan tes sebagai alat pengukurnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat
juga untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan kenyataan yang
dievaluasi. Alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu
yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi.
Teknik Tes yaitu
teknik evaluasi yang menngunakan perangkat soal yang harus
dikerjakan oleh siswa dalam batas waktu tertentu.
Teknik Non-Tes dapat dikatakan yaitu teknik evaluasi yang tidak menggunakan
perangkat soal yang harus dikerjakan oleh siswa.
•
Jenis-jenis Teknik Non Tes
1.
Skala bertingkat (Rating Scale)
2.
Kuesioner (Questionair) / Angket
3.
Daftar cocok (Check List)
4.
Wawancara (Interview)
5.
Pengamatan (observasi)
6.
Riwayat Hidup
7.
Skala Sikap
Dalam rangka evaluasi hasil belajar
peserta didik, evaluasi itu tidak harus semata-mata dilakukan dengan
menggunakan alat berupa tes-tes hasil belajar. Teknik-teknik nontes juga
menempati kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Sutikno, Sobry. 2009. Belajar dan pembelajaran “Upaya Kreatif
dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil”.
Bandung: Prospect.
Arikunto,
Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Cet.8.
Darajat, Zakiah, dkk. 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Subino,
1987.Konstruksi Dan Analisi Tes Suatu Pengantar Kepada Teori Tes Dan
Pengukuran. Jakarta : Depdikbud
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Thorndike,
Robert M., George K. Cunningham, Robert L. Thorndike and Elizabeth P. Hagen. Measurement
and Evaluation in Psychology and Education. Fifth edition. New York:
Macmillan Publishing Company, 1991
Wirasasmita,
Sutardi. 1998. Tehnik Penyusunan dan Analisis Tes Prestasi Belajar dengan
Pengembangan Tes Prestasi Belajar Bahasa Indonesia. Bandung: IKIP.
Sumber: http://navelmangelep.wordpress.com/2012/02/29/tes-hasil-belajar/.Diakses
Tanggal 02 Oktober 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar